Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dengan demikian bimbingan Islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan al-Qur’an dan sunnah Rasul. Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibimbing, dibantu, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Konflik-konflik batin dalam diri manusia yang berkenaan dengan ajaran agama (Islam maupun lainnya) banyak ragamnya, oleh karenanya diperlukan selalu adanya bimbingan dan konseling Islami yang memberikan bimbingan keagamaan kepada individu agar mampu mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat (Faqih, 2001:2).
Metode Mengefektifkan Bimbingan dan Konseling Islami
Muhaimin (dalam Dahlan, 2007: 123) mengajukan empat metode untuk mengefektifkan pelaksanaan BKI.
Pertama metode structural. Kita selalu hidup dalam struktur tertentu, sejak kita makan, mandi, bekerja dan sekolah hingga mengikuti ujuan pun harus mengikuti struktur tertentu yang telah ditetapkan. Pengendara sepeda motor dan mobil harus mengikuti struktur tertentu yang ditentukan oleh pengatur lalu lintas berupa lampu merah dan marka-marka jalan yang lain, tanpa kedisiplinan untuk mengikuti aturan, boleh jadi pengendara akan saling bertabrakan dan lalu-lintas menjadi kacau.
Demikian juga dengan sekolah. Manajemen sekolah menetapkan struktur trtentu untuk mengatur jalannya proses belajar mengajar secara baik dan lancer. Setiap siswa yang masuk ke sekolah tertentu, harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan didalamnya, tanpa kedisiplinan engikuti aturan dan struktur yang ada, maka proses belajar-mengajar akan kacau dan tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Kedua, metode formal. Setiap lembaga memiliki aturan tertentu yag dituangkan dalam bentuk visi, misi dan peraturan sekolah berkaitan dengan jam belajar, seragam, pembayaran uang sekolah, dan lain-lain. Aturan formal biasanya juga menentukan sanksi atau hukuman tertentu bagi tindakan pelanggaran yang dilakukan.
Demikian halnya dengan Islam. Sebagai agama, Islam memiliki aturan atau hokum-hukum formal yang harus ditaati oleh umatnya. Misalnya, Islam mengatur makanan apa saja yang dihalalkan dan diharamkan, perbuatan yang mengadung dosa dan pahala, serta bentuk-bentuk ibadah formal seperti sholat, puasa, zakat, dan haji yang harus dilaksanakan oleh orang-orang yang mampu melaksanakannya.
Dengan menekankan pentingnya aturan formal disamping bentuk-bentuk amal kebajikan lain yang diajurkan dalam Islam, seorang siswa yang muslim akan berusaha untuk menyesuaikan segala perbuatan dan perilakunya dengan ketentuan dan ajaran-ajaran Islam. Inilah yang diharapkan dapat membentuk kedisiplinan siswa utuk menjadi seorang muslim yang muhsin sehingga mendapatkan hidayah dan rahmat dari Allah.
Ketiga, metode mekanik. Setiap aturan memiliki mekanisme tertentu untukmelaksanakannya. Dalam penetapan sebuah aturan, misalnya, ditentukan atas dasar apa aturan dibuat, untuk siapa, bagaimana pelaksanaannya, siapa yang member sanksi dan hukuman bagi pelanggarnya, dan situasi apa yang membolehakn seseorang untuk melanggar aturan tertentu. Dalam Islam, aturan atau hokum yang tertinggi dibuat oleh Allah, diturunkan sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad untuk seluruh umat manusia. Karenanya, jika seorng Muslim mngikuti ajaran Islam berarti ia telah melakukan ketaatan kepada Allah dan layak mendapatkan pahala. Sebaliknya, tanpa ketaatan dan kedisiplinan melaksanakan ajaran agama, akan menjerumuskan manusia pada dosa dan kenistaan.
Keempat, organik. Dalam sebuah institusi, setiap aturan tidak dapat dipisahkan dari aturan lain. Islam mengajarkan bahwa orang yang dapat dipisahkan dari aturan lain. Islam mengajarkan bahwa orang yang shalat tetapi tidak mengerjakan zakat dan amal saleh akan menyebabkan keberagamaan seseorang menjadi pincang. Sholat harus dimbangi dengan melakukan amal-amal saleh yang ain untuk menyempurnakannya. Untuk melaksanakan berbagai ajaran agama tersebut, dibutuhkan kedisiplinan dan tanggung jawab dari pelaksanaannya. Karenanya, adanya hubungan antara satu ajaran dengan ajaran lain mengajarkan agar manusia selalu disiplin melaksanakan berbagai ajaran tersbeut.
Selain itu, pendekatan hurmanistik dan usaha penciptaan kndisi sosial tertentu yang sejalan dengan, dapat menciptakan disiplin belajar siswa sesuai engan nilai-nilai Islam. Penanaman nilai-nilai Islam di atas tentunya diorientasikan dengan pendekatan kesiswaan (melalui psikologi hurmanistik), yang berorientasi pada kebutuhan dan kepentingan siswa.
Pandangan ini juga didukung oleh bberapa konsep dan teori yang menyebutkan bahwa pelaksanaan Bimbingan dan Konselling Islam berpengaruh positif terhadap penciptaan displin belajar pada siswa. Lebih jauh, asumsi ini didukung oleh pendekatan humanistic yang lebih mengutamakan sisi manusawi untuk mengubah perilaku siswa kea rah yang lebih baik.
Sejalan dengan pendapat diatas, bimbingan dan konseling dengan nilai-nilai Islam sejak putra-putri masih kanak-kanak dapat membantu perkembangan psikologi anak ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam. Dalam hal ini pembentukan nilai-nilai keimanan dalam lingkungan keluarga dianggap sebagai unsur penting yang harus diperhatikan setiap keluarga.
Begitu anak menginjak remaja hingga dewasa, saat seorang anak menempuh pendidikan formal, pelaksanaan bimbingan dan konseling, yang semula lebih banyak diberikan oleh kedua orang tua di rumah, harus dilengkapi dengan bimbingan dan knseling Islami di lingkungan sehingga dapat meningkatkan kedisiplinan dan perilaku hidup yang lebih baik.
Disiplin dalam bekerja dan melaksanakan tugas merupakan hal yang sangat penting dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan formal. Kedisiplinan bukan sekedar indikasi adanya semangat dan kegairahan untuk terus belajar, tetpi dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan hakiki kehidupan manusia di dunia. Sebagaimana menghafal Al Qur’an memerlukan kedisiplinan tinggi untuk bisa menyelesaikan hafalan seluruh isi Al Qur’an hingga 30 juz.
Mengingat usaha pemberian bantuan kepada siswa di sekolah dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga professional/petugas selain pembimbing dan penyuluh agama, seperti penyuluh dan pembimbing pendidikan, guru-guru kelas, wali kelas dan kepala sekolah sendiri serta lain-lain tenaga profesional sekolah, maka perlu dipahami oleh pembimbing agama/penyuluh agama tentang batas mana tugas tersebut dapat dilaksanakan yaitu meliputi :
a. Bimbingan dan konseling Islam tidak hanya diberikan kepada siswa yang sedang menghadapi permasalahan (kesulitan) saja, melainkan haarus diberikan kepada semua siswa yang memiliki gejala-gejala kemunduruan disiplin belajarnya, ataupun minatnya dalam memporoleh kehidupan yang sukses menurun, juga gejla demoralisasi, gejala anti sosial, dn sebagainya.
b. Pembimbing/konselor dalam melaksanakan tugasnya harus bekerja dengan pihak lain, misalnya guru-guru, tenaga atau staf sekolah lainnya. Dengan kerjasama yang serasi itu maka, tugas dan fungsinya akan lebih mudah dilaksanakan.
c. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam batas-batas dan fungsi serta kemampuan pembimbing/ konselor Islami, sehingga kesulitan/ permasalahan yang dihadapi oleh siswa yang bersifat spikosomalis, psikiatris (penyakit jiwa yang menggejala menjadi penyakit jasmaniah atau yang bersifat klinis kedokteran jiwa), gangguan kepribadan siswa, atau penyakit jasmani siswa dan lain sebagainya, konselor harus melakukan referral (pelimpahan) kepada para ahlinya yaitu dokter jiwa (psikiater), psikolog (ahli jiwa), dokter kesehatan umum maupun spesialis, ahli psikoterapi (pengobatan penyakit jiwa)
d. Usaha bantuan dan penyuluhan kepada siswa-siswa harus bertolak pada usaha pencegahan segala kesulitan siswa-siswa serta bagaimana menanggulanginya terutama yang berkaitan dengan proses dan situasi belajar mengajar disekolah.
e. Dalam proses bimbingan dan konseling Islam harus didasarkan atas kesepakatan antara konselor dengan siswa-siswa yang dibimbingnya, karena tanpa kesepakatan demikian, proses sasarannya secara tepat. Untuk itu perlu diperoleh fakta-fakta tentang kehidupan-kehidupan pribadi setiap siswa-siswa yang dibimbingnya. Fakta-fakta baru diperoleh secara langsung dari siswa bila masing-masingnya bersepakat untuk mendapatkan bimbingan dan konseling Islam yang diperlukan, karena siswa rela memberikan fakta-fakta tentang dirinya kepada pembimbing/konselor misalnya melalui interview (Dahlan, 2007:127)
Secara operasional, dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan konseling Islam, program bimbingan dan konseling Islam harus disusun dan ditetapkan sedemikian rupa sehingga tujuan bimbingan an konseling Islam tersebut dapat dicapai melalui proses-proses, tahap demi tahap sejalan dengan tugas dan fungsinya.
Program kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat dijabarkan sesuai dengan program pendidikan agam pada khususnya dan sejalan dengan program-program pendidikan lainnya secara menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar