Merokok merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia dengan mengingat
bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko utama dari beberapa penyakit kronis yang dapat mengakibatkan
kematin (Sirait, 2002). Perilaku merokok
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang di sekelilingnya
yang dimana lebih mempunyai kemungkinan
terkena risiko 2 kali lebih besar dari pada perokok aktif tersebut
sehingga akan berdampak pada meningkatnya kasus
atau penyakit yang berhubungan dengan rokok. Dari sisi
kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya
menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan hal tersebut.
Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun
kimia berbahaya dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker)
Reaksi
terhadap perang anti rokok melalui media massa akan membentuk sikap
positif untuk berhenti merokok, tetapi sering hanya untuk jangka pendek, dan tingkah merokok akan kambuh lagi. Karena adanya
pengaruh lingkungan sekitar. Konsumsi
rokok di Indonesia antara tahun 1992-2000 menurut laporan UNDP (2002) adalah 1.504 batang per orang per tahun.
Hal ini menyebabkan konsumsi rata-rata
rokok di Indonesia menjadi 189,2 juta batang per tahun. Selain itu, jumlah perokok di Indonesia juga memiliki kecenderungan meningkat utamanya kaum
remaja. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan hasil bahwa usia mulai merokok adalah usia antara 15-20 tahun.
Sikap sebagian remaja Indonesia telah menganggap
bahwa merokok adalah suatu kebutuhan
yang tidak bisa dielakkan, kebutuhan untuk “Gaul”, kebutuhan
untuk santai atau berbagi alasan lain yang membuat merokok adalah hal biasa. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulas atau obyek.
Sikap secara nyata menunjukkan adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari meupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus
sosial (Notoatmojo, 1993)
Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
adalh predisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap itu merupakan suatu reaksi tertutup, bukan merupakn reaksi terbuka. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi tehadap obyek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Allport, menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yakni: a) Kepercayaan
(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu
obyek. c) Kecenderungan untuk bertindak (trend
to behave) Ketiga
komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Sikap anti rokok meliputi berbagai kepercayaan, perilaku, dan dan kecenderungan untuk
bertindak terhadap rokok yang dianggap berdampak negatif, sehingga menumbuhkan
sikap: tidak membeli rokok, tidak mau
merokok, tidak mau dekat dengan orang yang merokok karena terkena asap rokok, mengingatkan
/menasihati orang yang merokok tentang bahaya merokok, mendukung kawasan bebas
asap rokok, membenarkan berbagai informasi tentang bahaya merokok, mengajak
orang lain supaya berhenti merokok, mendukung kampanye anti rokok, mengikuti
komunitas anti rokok, dan lain-lain.