Jumat, 09 Juli 2010

PRINSIP DAN UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR


Prinsip-Prinsip Motivasi belajar


Prinsip-prinsip motivasi belajar dikemukakan oleh Kenneth H. Hoover dalam Rusyan Tabrani (2008:124) sebagai berikut:
a. Pujian lebih efektif daripada hukuman. Hukuman bersifat menghentikan suatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat menghargai apa yang telah dilakukan. Karena itu, pujian lebih efektif dalam upaya mendorong motivasi belajar siswa,
b. Para siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang perlu mendapat kepuasan. Kebutuhan-kebutuhan itu berwujud dalam bentuk yang berbeda-beda. Siswa yang dapat memenuhi kebutuhannya secara efektif melalui kegiatan-kegiatan belajar hanya memerlukan sedikit bantuan dalam motivasi belajar ,
c. Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu lebih efektif daripada motivasi yang berasal dari luar. Motivasi dari dalam memberi kepuasan kepada individu sesuai dengan ukuran yang ada dalam diri siswa itu sendiri,
d. Tingkah laku (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan penguatan (reinforcement),
e. Motivasi mudah menjalar kepada orang lain. Guru yang berminat dan antusias dapat mempengaruhi siswa, sehingga berminat dan antusias pula, yang pada gilirannya akan mendorong motivasi rekan-rekannya, terutama dalam kelas bersangkutan,
f. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi belajar ,
g. Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk melaksanakannya daripada tugas-tugas yang dipaksakan dari luar. Guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah sendiri berdasarkan minat dan keinginannya, dan bukan dipaksakan oleh guru,
h. Ganjaran yang berasal dari luar kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat belajar. Dorongan berupa pujian, penghargaan oleh guru terhadap keberhasilan siswa dalam belajar dapat merangsang minat dan motivasi belajar yang lebih aktif, i. Teknik dan prosedur pembelajaran yang bervariasi adalah efektif untuk memelihara minat siswa. Strategi pembelajaran yang bervariasi dapat menciptakan suasana yang menantang dan menyenangkan siswa, sehingga labih mendorong motivasi belajar ,
j. (Minat khusus yang dimiliki oleh siswa bermanfaat dalam belajar dan pembelajaran. Minat khusus itu mudah ditransferkan menjadi minat untuk mempelajari bidang studi atau dihubungkan dengan masalah tertentu dalam bidang studi.

Adapun untuk mengetahui kekuatan relatif motif-motif belajar yang sedang menguasai seseorang pada umumnya dapat dilihat melalui: (a) kuatnya kemauan untuk belajar, (b) jumlah waktu yang disediakan untuk belajar, (c) kerelaan meninggalkan tugas yang lain, (d) kerelaan untuk mengeluarkan biaya untuk belajar, (e) ketekunan dalam mengerjakan tugas (Martin Handoko, 2002:59).

Upaya Meningkatkan Motivasi belajar


Secara umum guru wajib berupaya sekeras mungkin untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Secara khusus guru perlu melakukan berbagai upaya tertentu secara nyata untuk meningkatkan motivasi belajar siswanya. Upaya-upaya itu terdiri dari pelaksanaan fungsi-fungsi penggerakan, harapan, insentif, dan disiplin (De Cecco & Crawford dalam Hamalik, 1995:116), secara garis besarnya dapat dikemukakan sebagai berikut: menggerakkan motivasi, pemberian harapan, pemberian insentif, pengaturan tingkah laku siswa.
a. Upaya Menggerakkan Motivasi
Upaya menggerakkan motivasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya dan dirangkum oleh Hamalik (1995:117) sebagai berikut: (1) metode observasi dan prinsip kebebasan, (2) metode discovery dari Bruner, yakni belajar melalui autonomy of reward. Siswa memberi stimulasi dirinya sendiri, (3) motivasi kompetensi, yang menentukan kebutuhan intrinsic siswa dalam hubungan dengan lingkungannya yaitu: menyelidiki, memperhatikan, berbicara, berpikir, manipulasi, dan mengubah lingkungan, (4) belajar discovery berupa kelompok belajar terpimpin menggunakan modul belajar terprogram yang berisi rangkaian pertanyaan dan jawaban, (5) prosedur brainstorming, agar siswa mampu memproduksi sebanyak mungkin prakarsa (gagasan) yang berbobot melalui diskusi dan kritik, (6) hubungan antara kecemasan personal-sosial dan metode pengajaran. Situasi kelas akan mempengaruhi dan menimbulkan berbagai tingkat kecemasan terhadap siswa, (7) pengajaran berprogram.




b. Upaya Pemberian Harapan
Para siswa memiliki harapan-harapan setelah menyelesaikan pelajara atau tugas. Guru perlu memberikan harapan untuk menumbuhkan motivasi belajar , yaitu: (1) merumuskan tujuan pembelajaran khusus, operasional dan dapat diamati, karena akan mendorong siswa untuk mencapainya, (2) tujuan pembelajaran disusun menjadi tujuan langsung, menengah, dan jangka panjang, (3) perubahan-perubahan harapan, (4) meningkatkan tingkat aspirasi.

c. Upaya Pemberian Insentif
Insentif adalah objek tujuan atau symbol-simbol yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Upaya yang dapat dilakukan adalah: (1) umpan balik hasil-hasil tes, agar siswa mengetahui hasil yang dicapainya dalam proses pembelajaran, (2) pemberian hadiah atau dorongan secara lisan atau tertulis, (3) pemberian komentar terhadap hasil pekerjaan siswa agar mendorong siswa untuk belajar lebih giat, (4) persaingan dan kerja sama.

d. Upaya Pengaturan Tingkah Laku Siswa
Guru perlu mengatur tingkah laku siswa dengan cara: (1) restitusi, yaitu menuntut agar siswa melakukan respons yang sebenarnya sebagai pengganti tindakan yang tadinya tidak benar, dan (2) the ripple effect, yaitu dengan memberikan pengaruh secara bergelombang dari suasana kelas yang berdisiplin terhadap siswa lain yang sedang mendengarkan, melihat, atau mengamati.

MOTIVASI BELAJAR

Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi ialah penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari adanya suatu kebutuhan. Ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk meninjau motivasi, yaitu: (a) motivasi dipandang sebagai suatu proses dalam diri individu, (b) kita menentukan karakteristik proses ini dengna melihat petunjuk-petunjuk dari tingkah lakunya (Tabrani, 2008:100).
Pendapat lain menyatakan bahwa motivasi yaitu suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Sedang motif adalah suatu alasan/ dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu/ melakukan tindakan/ bersikap tertentu (Martin Handoko, 2002:9). Peranan motivasi pada tingkah laku manusia sangat besar. Motivasi adalah penggerak tingkah laku manusia. Setiap tindakan manusia digerakkan, dilatarbelakangi oleh motif tertentu. Tanpa motivasi orang tidak akan berbuat apa-apa. (Martin Handoko, 2002:9).
Slameto (1995: 2) menjelaskan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Mahmud (1999: 121) menjelaskan belajar adalah suatu perubahan tingkah laku baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung dan terjadi dalam diri seseorang karena pengalaman
Pengertian belajar menurut Hamalik (1995:36) adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Berarti pula belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut Tabrani dkk. (1989:8) definisi belajar dalam arti luas ialah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau, lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. Belajar selalu menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu.
Pendapat lain menyatakan bahwa motivasi belajar ialah seluruh daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (W.S. Winkel, 2008:92).
Berdasarkan pendapat tentang motivasi dan belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu dorongan pada diri siswa baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa pada saat mengikuti kegiatan belajar untuk mencapai hasil yang maksimal. Bagi siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan energi banyak cenderung untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar dengan baik dengan tujuan ingin mencapai kesuksesan dari hasil setelah melakukan suatu kegiatan belajar.

2. Jenis Motivasi
WS Winkel (1987:94) membagi motivasi menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. Yang tergolong bentuk motivasi belajar ekstrinsik antara lain: (a) belajar demi memenuhi kewajiban, (b) belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan, (c) belajar demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan, (d) belajar demi meningkatkan gengsi sosial, (e) belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting, (f) belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan jenjang/ golongan administratif.
2) Motivasi intrinsik; kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar itu. Misalnya, siswa belajar karena : (a) ingin mengetahui seluk –beluk suatu masalah, (b) ingin menjadi orang yang terdidik, (c) ingin menjadi ahli di bidang studi tertentu, (d) ingin menjadi orang yang kaya ilmu.

Slameto (1995:5) menyebutkan jenis-jenis motivasi belajar meliputi motivasi: (a) belajar bagian, (b) belajar dengan wawasan, (c) belajar diskriminatif, (d) belajar global/ keseluruhan, (e) belajar incidental, (f) belajar instrumental, (g) belajar intensional, (h) belajar laten, (i) belajar mental, (j) belajar produktif, (k) belajar verbal.
Tabrani (1989:99) membagi motif berdasarkan dari berbagai alasan dan pertimbangan.
a. Berdasarkan rangsangan: (1) kebutuhan organic yaitu kebutuhan fisiologis yang menyangkut makan, minum, udara dan sebagainya; (2) motif darurat, mencakup dorongan membela diri, menyelamatkan diri dan lain-lain, yang timbul dari luar diri manusia dan sudah ada sejak lahir, tetapi bentuknya bergantung pada perangsang tertentu yang berkembang karena dipelajari; (3) motif objektif, mencakup dorongan untuk menghadapi dunia luar seperti manipulasi, menaruh minat,melakukan eksplorasi, dan sebagainya.
b. Berdasarkan terbentuknya: (1) motif bawaan, disebut juga motif yang diisyaratkan secara biologis dan dibawa sejak lahir. Termasuk di sini adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis; (2) motif yang dipelajari, yaitu motif-motif yang timbul karena dipelajari, seperti misalnya motif belajar, motif mengejar kedudukan dan sebagainya. Motif ini juga disebut motif yang diisyaratkan secara sosial, karena justru manusia hidup di lingkungan sosial maka motif ini terbentuk.
c. berdasarkan isi atau persangkutpautannya: (1) motif jasmaniah, yaitu berbentuk refleks, insting, otomatisme, nafsu, dan sebagainya; (2) motif rohaniah, yaitu kemauan.
d. Motif juga dibedakan menjadi motif intrinsik dan motif ekstrinsik.
Menurut jenisnya, motif dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu: (a) motif asli, yaitu motif yang sudah ada seperti motif belajar, motif biologis, dan motif rohaniah, (b) motif terpelajari, motif yang timbul dari luar. Motif inilah yang justru perlu perlu mendapat perhatian untuk meninggikan hasil belajar. Seorang guru atau orang tua harus dapat menimbulkan motivasi intrinsic kepada anak. Hal ini dapat dilihat dari indikasi: (1) memperbesar kemampuan belajar, (2) menunjukkan tujuan belajar, (3) menujukkan kewajiban belajar, (4) menimbulkan minat terhadap hal yang dipelajari.
Oemar Hamalik (1995:112) berpendapat bahwa pada pokoknya motivasi memiliki dua sifat, yakni (1) motivasi intrinsik, (2) motivasi ekstrinsik, yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri. Motivasi ini sering disebut ‘motivasi’ murni, atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri peserta didik,misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pemahaman, mengembangkan sikap untuk berhasil, menikmati kehidupan, secara sadar memberikan sumbangan kepada kelompok, keinginan untuk diterima oleh orang lain, dan sebagainya. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti : angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan dan persaingan; yang bersifat negative adalah sarkasme, ejekan, dan hukuman. Motivasi ekstrinsik tetap diperlukan di sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesua dengan kebutuhan peserta didik. Ada kemungkinan peserta didik belum menyadari pentingnya bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dalam keadaan ini siswa perlu dimotivasi agar belajar. Guru berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa sesuai dengan keadaan peserta didik itu sendiri. Tidak ada suatu rumus tertentu yang dapat digunakan oleh guru untuk setiap keadaan.

PERAN, TANGGUNG JAWAB, WEWENANG GURU

Peran Guru di Dalam Kelas

a. Pengertian guru kelas
Menurut pendapat Prey Katz dalam Sardiman (1992:140) menggambarkan guru kelas sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihat-nasihat, motivator, sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam memberikan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, dan orang yang menguasai bahan yang diajarkan.
Sedangkan menurut Havigurat dalam Sardiman (1992:141) bahwa peran guru di sekolah sebagai pegawai dalam hubungannya dengan kedinasan, sebagai bawahan terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan anak didik dan teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua.
Maka secara garis besar penulis dapat mengatakan bahwa peranan guru kelas benar-benar sangat penting karena memiliki fungsi yang multi ganda, yaitu sebagai manusia dewasa yang memiliki kewajiban untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak didiknya sesuai cita-cita dan tujuan dari pendidikan, dan juga masih harus bertanggung jawab dalam proses belajarnya demi keberhasilan peserta didiknya melalui fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pemimpin. Juga sebagai pengganti orang tua kedua di sekolah bagi siswa dan di masyarakat sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat sekitarnya ke arah masa depan yang lebih baik sesuai perkembangan dan kemajuan zaman.

b. Syarat-syarat sebagai guru
Banyak ahli yang menjelaskan tentang syarat-syarat untuk menjadi seorang guru. Salah satu perincian yang cukup lengkap dijelaskan oleh. Zakiyah Daradjat (1983:14). Beliau menjelaskan syarat-syarat sebagai guru sebagai berikut.
1) Kepribadian
Seorang guru harus memiliki kepribadian yang terpadu, sehingga dapat menghadapi dan mengatasi persoalan dengan wajar dan secara sehat yang meliputi:
a) Pikirannya yang mampu bekerja, dengan tenang tiap masalah dihadapi, dipahami dengan secara objektif, dan harus mengambil suatu keputusan secara objektif pula.
b) Perasaan dan emosinya stabil, optimis dan menyenangkan, sehingga tidak mudah cemas dan tidak penakut, tidak pemarah maupun pemurung. Sehingga tidak mengurangi penghargaan anak terhadap guru atau timbul rasa takut, benci, acuh, sehingga menjadi penghambat dalam interaksi edukatif.
c) Sikap dan tingkah lakunya harus dapat dijadikan contoh, teladan, panutan bagi murid/ siswa-siswanya dengan rasa kasih sayang, simpatik dan menghargai tanpa pilih kasih.
2) Profesional
Guru harus memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan yang memadai dan cukup khususnya ilmu yang akan digunakan. Tidak boleh terjadi seorang guru kehilangan kepercayaan karena guru tidak bisa menjawab pertanyaan anak sehingga berakibat merugikan anak dan dirinya.
3) Teknis
Seorang guru harus memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan metode mengajar yang mana yang paling tepat guan, yaitu yang sesuai dengan tujuan materi anak didik, situasi dan alat yang ada. Kemampuan ini diperoleh dari teori dan pengalaman pendidikan seorang guru sehingga memiliki keterampilan mengajar yang tidak kaku.
4) Toleransi agama
Guru perlu memiliki toleransi agama yang benar agar guru tidak menyinggung dan penekanan tentang keagamaan muridnya, sehingga tidak timbul kesan penderitaan batin bagi siswa yang bersangkutan (Achmadi, 1984:71)

c. Kedudukan guru dan tugas pokok guru
1) Kedudukan guru
a) Guru adalah pejabat fungsional dengan tugas utama mengajar pada jalur pendidikan sekolah yang meliputi Taman Kanak-Kanak, pendidikan dasar dan pendidikan menenganh.
b) Guru tersebut di atas hanya diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
2) Tugas pokok guru
a) Tugas pokok guru kelas atau guru mata pelajaran adalah menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar dan analisis hasil evaluasi belajar serta menyusun program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
b) Tugas guru bimbingan dan konseling yaitu menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evalusi program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan

d. Tanggung jawab dan wewenang guru
1) Tanggung jawab guru
Tanggng jawab guru adalah menyelesaikan tugas sebagai tenaga pengajar atau pembimbing sesuai dengan tujuan pendidikan yang dibebankan kepadanya.
2) Wewenang guru
Wewenang guru adalah memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik guru (Kep. Menpan No. 84/1993:5.6) dan (Kep.Bers: Mendikbud, BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25 Th.1993).

e. Peranan guru kelas dalam kegiatan belajar mengajar
1) Peranan guru kelas sangat besar dan penting dalam pengolahan kelas, karena guru sebagai penanggung jawab kegiatan belajar mengajar di kelasnya, dan guru kelas merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Guru harus penuh inisiatif dan kreatif dalam mengelola kelas, karena gurulah yang banyak mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas terutama keadaan siswa dengan segala latar belakangnya (Depdikbud dan Depdagri, 1996:4).
2) Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, wewenang, tanggung jawab serta hak penuh di dalam proses belajar mengajar seluruh mata pelajaran pada kelas tersebut, kecuali untuk mata pelajaran agama dan olahraga dan kesehatan. Juga termasuk sebagai wali kelas yang mengurusi segala administrasi keuangan, sarana prasarana di dalam kelas itu (Wajar Diknas 9 tahun, 1994:38).
Dari beberapa pendapat para pakar secara singkat dan rinci bahwa peranan guru di dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai informatory (pemberi informasi), organisator (yang mengorganisasi), motivator (yang memberi dorongan), direktur (yang memberi arahan/ pengarah), mediator (sebagai perantara ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada anak) dan sebagai administrator (yang mengurusi administrasi) maupun evaluator (yang melaksanakan evaluasi/ penilaian).

f. Peranan guru kelas dalam proses belajar mengajar
Guru adalah manusia dewasa yang berkewajiban mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak didik untuk mengembangkan kemampuan anak didik dan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Sebagai manusia dewasa guru harus bertanggung jawab dalam proses dan keberhasilan peserta didiknya.
Pada dasarnya guru mempunyai tiga peranan pokok yaitu:
1) Sebagai pengajar
Guru sebagai pengajar atau tenaga instruksional yaitu mendidik para siswanya dalam setiap proses belajar mengajar yang berlangsung dengan melalui pendekatan pribadi secara lebih mendalam. Sehingga akan dapat membantu dalam keseluruhan proses belajarnya baik intelektual, keterampilan dan nilai pribadinya, yang meliputi:
a) Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar mengajar.
b) Memberikan bantuan kepada setiap siswa yang mengalami suatu masalah.
c) Mengevaluasi keberhasilan setiap kegiatan yang telah dilakukan.
d) Memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.
e) Memahami dan mengenal setiap siswa secara individu maupun secara kelompok.
2) Sebagai pendidik
Sebagai pendidik, guru mempunyai peranan :
a) tugas perofesional, yaitu mendidik dan mengembangkan kemampuan berpikir/ kecerdasan dan juga melatih dalam rangka membina keterampilan.
b) tugas manusiawi, yaitu membina anak didik dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kepribadian sesuai dengan karakteristiknya agar mencapai kesejahteraan.
c) tugas panggilan kemasyarakatan
Tugas panggilan kemasyarakatan ini tidak mutlak, bergantung situasi dan kondisi masyarakat sekitarnya. Dalam situasi tertentu seorang guru turut terjun sebagai anggota masyarakat dan aktif memimpin warga dalam membimbing dan menggerakkan masyarakat demi perkembangan dan kemajuan ke arah masa depan yang lebih baik dan sejahtera.
3) Sebagai pemimpin
Tugas sebagai pemimpin bagi seorang guru adalah meliputi hal-hal yang mendasar yaitu:
a) cara berpikir yang inovatif, kreatif, konsultatif, kritis dan objektif.
b) bersikap jujur, berakhlak mulia, disiplin, adil dan bjaksana.
c) dalam bertindak berlandaskan perencanaan yang rasional, tepat waktu, tepat mutu dan tepat sasaran.
Secara singkat tugas guru adalah sebagai pembawa teladan dan pembawa pembaharuan demi kemajuan bangsa.
Guru Sebagai Tenaga Profesional

Peran guru dalam mengajar yang professional secara garis besar mencerminkan guru yang berkualitas. Kualitas seorang guru dapat dilihat dari hasil prestasi siswa. Prestasi siswa dapat dilihat dari nilai-nilai tes objektif, nilai-nilai tes esai dan nilai-nilai tes perbuatan yang didalamnya termuat nilai kedisiplinan, tanggung jawab, kerajinan dan lain-lain (Rusda Koto Sutadi,dkk, 1996:70).
Kesemuanya itu besar sekali peranannya terhadap perkembangan, keberhasilan prestasi belajar siswa. Adapun layanan yang diberikan meliputi kegiatan penyelenggaraan bimbingan belajar yang meliputi aspek-aspek tentang:
a. pentingnya kegiatan mendengar
b. mengenal cara belajar siswa yang berbeda-beda
c. pentingnya mengerjakan tugas
d. cara-cara belajar mata pelajaran
e. cara menghadapi ulangan
f. mengenalkan cara belajar yang baik
g. motivasi ke sekolah lanjutan
h. belajar dari hasil ulangan
i. cara mengungkapkan diri sendiri dengan pertanyaan
Seorang guru yang bertugas pada institusi pendidikan, jenjang pendidikan dasar maupun jenjang pendidikan menengah dengan sendirinya pernah menggunakan sejumlah metode mengajar seperti:
1) metode ceramah
2) metode tanya jawab
3) metode diskusi, dsb
Tetapi kadang-kadang dalam kenyataan sehari-hari sering kita jumpai sejumlah guru yang menggunakan metode tertentu yang kurang atau tidak cocok dengan isi dan tujuan pengajaran.
Guru yang berkualitas akan mampu memilih metode yang tepat untuk mengajarkan materi pelajaran. Menurut Muhibbin Syah (1997:203) ada empat macam metode mengajar yang digunakan, yang dipandang representatif dan dominan setiap jenjang pendidikan. Tiga dari empat metode mengajar tersebut bersifat khas dan mandiri, sedangkan yang lainnya merupakan kombinasi antara satu metode dengan metode lainnya. Metode campuran tersebut disebut dengan “metode plus” yang bersifat terbuka artinya setiap guru yang profesional dan kreatif dapat memodifikasi atau merekayasa. Campuran metode tersebut sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Metode-metode mengajar tersebut adalah: metode ceramah, metode diskusi, metode demonstrasi, metode ceramah plus.
Ada beberapa prinsip yang berlaku umum untuk seorang guru dalam mengajar. Hal ini perlu diperhatiakan karena mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga sukar menentukan bagaimana sebenarnya mengajar. Untuk itu perlu diperhatikan rambu-rambu yang dapat digunakan sebagai acuan bagi seorang guru. Nasution (1987:12) menjelaskan bahwa ciri-ciri guru yang baik adalah:
1) Guru yang baik memahami dan menghormati murid
2) Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikannya.
3) Guru yang baik dapat menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.
4) Guru yang baik dapat menyesuaikan bahan pengajaran dengan kesanggupan individu.
5) Guru yang baik dapat mengaktifkan murid dalam hal belajar.
6) Guru yang baik mampu memberi pengertian dan bukan hanya kata-kata.
7) Guru yang baik mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikannya.
8) Guru yang baik tidak terikat oleh satu buku teks.
9) Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada murid melainkan senantiasa membentuk pribadi anak

Dari beberapa hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru yang berkualitas diharapkan memiliki:
1) perilaku profesional
2) dapat melaksanakan layanan bimbingan belajar
3) dapat menggunakan beberapa metode mengajar
4) memiliki sifat-sifat atau ciri guru yang baik.
Ciri-ciri guru yang baik yang dijelaskan Nasution di atas masih dapat ditambah dengan beberapa ciri lagi. Namun hal-hal yang telah dijelaskannya sudah mencakup berbagai segi idealisme seorang guru yang baik meskipun dalam kenyataan sehari-hari bukan hal yang mudah untuk mewujudkan guru yang ideal tersebut. Usaha-usaha yang diharapkan untuk menumbuhkan guru-guru yang berkualitas bergantung dari banyak faktor.

DISIPLIN

Disiplin

1. Pengertian Disiplin
Hurlock (2000:82) menjelaskan bahwa disiplin dari kata yang sama dengan ‘disciple’ yakni seorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok.
Pendapat lain menyatakan bahwa disiplin adalah suatu kepatuhan dan ketaatan pada tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok. (Djamarah:2002). Disiplin timbul dari dalam jiwa karena adanya dorongan untuk menaati tata tertib tersebut. Disiplin yang muncul dari kesadaran disebab karena faktor seseorang yang sadar bahwa hanya dengan disiplinlah akan didapatkan kesuksesan dalam segala hal, keteraturan dalam kehidupan, dapat menghilangkan kekecewaan orang lain, orang dapat mengaguminya dan sebagainya.
Sukadji dalam Zainun Mu’tadin (2000:1) mejelaskan bahwa di dalam keluarga pendidikan disiplin dapat diartikan sebagai metode bimbingan orang tua agar anaknya mematuhi bimbingan tersebut.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan terhadap suatu peraturan dalam kehidupan pribadi maupun kelompok.

2. Tujuan Sikap Disiplin
Tujuan seluruh disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan. Karena tidak ada pola budaya tunggal, tidak ada pula satu falsafah pendidikan anak yang menyeluruh untuk mempengaruhi cara menanamkan disiplin. Jadi metode spesifik yang digunakan di dalam kelompok budaya sangat beragam, walaupun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengajar anak bagaimana berperilaku dengan cara yang sesuai dengan standar kelompok sosial, tempat mereka diidentifikasikan (Hurlock, 2000:82).
Sukadji dalam Zainun Mu’tadin (2000:1) menjelaskan bahwa pendidikan disiplin merupakan suatu proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu, atau membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu, terutama untuk meningkatkan kualitas mental dan moral.
Orang tua dan guru selalu memikirkan cara tepat menerapkan disiplin bagi anak sejak mereka balita hingga masa kanak-kanak dan sampai usia remaja. Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Diharapkan, kelak disiplin diri mereka akan membuat hidup mereka bahagia, berhasilm dan penuh kasih sayang.
Disiplin dimulai sejak anak mulai bisa merangkak atau usia balita. Bagi anak usia dini, cara menanamkan disiplin tentu berbeda dengan menerapkannya pada anak-anak yang sudah besar, remaja, atau orang tua. Anak usia dini memiliki karakteristik khusus, di mana masa tersebut merupakan masa penting menanamkan berbagai konsep dasar kehidupan anak. Jika terlalu keras dalam menerapkan disiplin, akan berdampak negatif, demikian pula jika orang tua terlalu lemah. Orang tua atau guru harus memahami masa perkembangan anak usia dini secara jelas agar dapat menerapkan disiplin kepada mereka secara tepat.
Tujuan pelatihan disiplin ialah membentuk perilaku anak sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan. Karena tidak ada pola budaya tunggal, tidak ada pula satu falsafah pendidikan anak yang menyeluruh untuk mempengaruhi cara menanamkan disiplin. Jadi metode spesifik yang digunakan di dalam kelompok budaya sangat beragam, walaupun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengajar anak bagaimana berperilaku dengan cara yang sesuai dengan standar kelompok sosial, tempat mereka diidentifikasikan (Hurlock, 2000:82).
Zainun Mu’tadin (2000:1) menjelaskan bahwa pendidikan disiplin merupakan suatu proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu, atau membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu, terutama untuk meningkatkan kualitas mental dan moral.
Latar belakang keluarga adalah faktor utama dan pertama bagi anak-anak untuk berlatih disiplin. Tidak pandang bulu apakah keluarga ini miskin atau kaya, keluarga yang baik akan menanamkan perulaku disiplin sesuai dengan kondisinya. Banyak keluarga miskin memiliki kesadaran disiplin tinggi dan banyak keluarga kaya yang kurang dalam disiplin. Namun masyarakat umum terlanjur berasumsi bahwa anak-anak kelas sosial lemah kurang disiplin dan anak-anak kelas sosial atas lebih disiplin, dengan melihat berbagai contoh perbandingan sekolah-sekolah untuk kelas masyarakat kaya dan sekolah untuk kelas masayrakat lemah. Terdapat kesenjangan yang cukup tajam anak-anak tersebut dalam kedisplinan.

KREATIVITAS

Kreativitas

1. Pengertian Kreativitas
Utami Munandar (1992:47) menjelaskan pengertian kreativitas dengan mengemukakan beberapa perumusan yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativitas. Pertama, kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Kedua, kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan – berdasarkan data atau informasi yang tersedia – menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Ketiga, secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memerinci) suatu gagasan.
Berdasarkan segi penekanannya, kreativitas dapat didefinisikan ke dalam empat jenis dimensi sebagai Four P’s of Creativity, yaitu Person, Process, Press, dan Product (Rhode dalam Sihadi Darmo, 2001:3). Definisi kreativitas dari dimensi Person dikemukakan oleh Guilford dalam Sihadi Darmo (2001:3) yaitu kreativitas menunjukkan kemampuan-kemampuan yang karakteristik dari orang-orang yang kreatif. Definsi kreativitas yang menekankan dimensi Proses seperti diajukan oleh Munandar dalam Sihadi Darmo (2001:3) yaitu kreativitas adalah proses yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir. Berdasarkan dimensi Press, Amabile dalam Sihadi Darmo (2001:3) mengemukakan bahwa kreativitas dapat dipandang sebagai kualitas produk atau respon-respon yang diperkirakan kreatif dengan pengamatan yang wajar. Definisi kreativitas dari dimensi Product sebagaimana dikemukakan oleh Baron dalam Sihadi Darmo (2001:3) bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membawa sesuatu yang baru ke dalam eksistensi.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan anak untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada dalam proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar.
2. Ciri-ciri Kreativitas
Guilford dalam Sihadi Darmo (2001:3) dengan analisis faktornya menemukan ada lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir. Pertama, kelancaran (fluency) yaitu kemampuan untuk memproduksi banyak gagasan. Kedua, keluwesan (flexibility) yaitu kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan dan /atau jalan pemecahan terhadap masalah. Ketiga, keaslian (originality) yaitu kemampuan untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise. Keempat, penguraian (elaboration) yaitu kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci. Kelima, perumusan kembali (redefinition) yaitu kemampuan untuk mengkaji/ menilik kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim.
Ciri-ciri kreativitas pada pengertian di atas, yaitu adanya kelancaran, fleksibilitas, orisinilitas, elaborasi atau perincian dan redefinisi merupakan ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang dengan kemampuan berpikir kratif. Makin kreatif seseorang ciri-ciri tersebut makin dimiliki (Munandar, 1992:51). Kelima ciri kreativitas dapat diterapkan dalam kreativitas belajar siswa. Karena dalam belajar, siswa yang memiliki kreativitas memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan yang disebutkan di atas. Namun memiliki ciri-ciri berpikir tersebut belum menjamin perwujudan kreativitas seseorang. Ciri-ciri lain yang berkaitan dengan perkembangan afektif seseorang sama pentingnya supaya bakat kreatif seseorang dapat terwujud. Ciri-ciri yang menyangkut sikap dan perasaan seseorang disebut ciri-ciri afektif dari kreativitas. Motivasi atau dorongan dari dalam untuk berbuat seseuatu, pengabdian atau pengikatan diri terhadap suatu tugas termasuk ciri-ciri afektif kreativitas.
Ciri-ciri kreativitas dapat dilihat pada orang yang kreatif. Ciri-ciri perilaku.yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan oleh Munandar (1999:36) sebagai berikut: (a) berani dalam pendirian/ keyakinan, (b) ingin tahu, (c) mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan, (d) bersibuk diri terus menerus dengan kerjanya, (e) intuitif, (f) ulet, (g) tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja.
Adapun ciri-ciri kreativitas dalam belajar maupun aktivitas lainnya dapat dirinci dalam kemampuan berpikir kreatif (aptitude) dan afektif (non aptitude). Secara umum ciri-ciri kreativitas.yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan oleh Munandar (1999:36) sebagai berikut: (1) berani dalam pendirian/ keyakinan, (2) ingin tahu, (3) mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan, (4) bersibuk diri terus menerus dengan kerjanya, (5) intuitif, (6) ulet, (7) tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja.
Dapat disimpulkan ciri-ciri kreativitas yaitu:kelancaran (fluency) keluwesan (flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration), dan perumusan kembali (redefinition).

Intensitas Menonton Televisi


Intensitas Menonton Televisi

1. Pengertian Intensitas
Intensitas dari bahasa Inggris "intensity" yang berarti: (a) quality of being intense: the strength, power, force, or concentration of something; The pain increased in intensity; (b) intense manner: a passionate and serious attitude or quality; a rare emotional intensity in her work (Microsoft® Encarta® Reference Library 2005). Intesitas berarti kualitas dari tingkat kedalaman: kemampuan, kekuatan, daya atau konsentrasi terhadap sesuatu atau tingkat keseringan atau kedalaman cara atau sikap, perilaku seseorang.
2. Pengertian Menonton
Menonton berarti aktivitas melihat sesuatu dengan tingkat perhatian tertentu (Sudarwan Danim, 1995:20). Menonton televisi yaitu aktivitas melihat siaran televisi sebagai media audio visual dengan tingkat perhatian tertentu.
3. Pengertian Televisi
Televisi adalah alat elektronik yang berfungsi menyebarkan gambar dan diikuti oleh suara tertentu. Pada dasarnya sama dengan gambar hidup bersuara (Sudarwan Danim, 1995:20). Milton Chen (1996:6) mengatakan bahwa menonton televisi adalah kegiatan khusus; yakni menyaksikan program-program yang ditayangkan televisi. Tayangan televisi dalam hal ini adalah acara-acara yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi di Indonesia, antara lain TVRI, TPI, ANTV, RCTI, SCTV, Indosiar, Trans, TV7.
4. Pengertian Intensitas Menonton Televisi
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa intentsitas menonton televisi artinya tingkat seringnya melihat siaran yang ditayangkan dalam televisi dengan tingkat perhatian tertentu.
Fungsi Menonton Televisi
Fungsi televisi, sebagaimana media massa lainnya, menurut seorang ahli komunikasi, Harold D. Laswell ( dalam Subroto, 1996:23) adalah sebagai berikut.
a. The surveillance of the environment. Artinya, televisi dan media massa lain mempunyai fungsi sebagai pengamat lingkungan. Dalam bahasa sederhana, televisi berfungsi sebagai pemberi informasi tentang hal-hal yang berada di luar jangkauan penglihatan masyarakat.
b. The correlation of the parts of society in responding to the environment. Artinya, televisi atau media massa lain, berfungsi untuk melakukan seleksi, evaluasi, dan interpretasi dari informasi. Dalam hal ini, peranan media massa dan televisi adalah melakukan seleksi mengenai apa yang perlu dan pantas untuk disiarkan. Pemilihan dilakukan oleh editor, repoter, redaktur yang mengelola televisi.
c. The transmission of the social heritage from one generation to the next. Artinya, media massa dan televisi sebagai sarana untuk menyampaikan nilai dan warisan sosial budaya dari satu generasi ke generasi yang akan datang.
Dengan memahami fungsi televisi tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa fungsi menonton televisi adalah:
a. Untuk memperoleh berita dan penerangan. Berita di televisi merupakan sajian yang dianggap penting oleh orang yang membutuhkan informasi. Pada jam-jam tertentu berita ini ditayangkan untuk menyiarkan berita terbaru baik berita dalam negeri maupun luar negeri.
b. Untuk memperoleh informasi pendidikan. Paket acara pendidikan yang di tayangkan televisi, sebagai media audio visual massa merupakan saran pendidikan yang menarik. Namun pada saat ini, porsi tayangan informasi pendidikan ini sangat terbatas dan sedikit sekali.
c. Untuk memperoleh hiburan. Pada saat ini hampir sebagian besar tayangan televisi merupakan hiburan dengan berbagai ragamnya. Hiburan yang ditayangkan antara lain telenovela, drama, film carton, musik, kuis, dan lain-lain. Tayangan jenis hiburan inilah yang sering tidak terkontrol antara hiburan yang disajikan bagi anak-anak, remaja dan orang tua. Dari paket tayangan televisi, paket hiburan inilah yang paling banyak memberikan pengaruh.
Dampak Menonton Televisi terhadap Anak
Hurlock (1999:342) menyatakan bahwa banyak bayi diperkenalkan dengan televisi pada saat mereka masih di tempat tidur. Baginya televisi merupakan pengasuh yang setia karena selalu menghibur bila tidak ada yang melakukan peran tersebut. Bagi sebagian anak prasekolah dan bahkan anak yang lebih tua, menonton televisi merupakan kegiatan tambahan dan tidak hanya sebagai pengganti bermain aktif dan bentuk bermain pasif lainnya. Akan tetapi, bagi kebanyakan anak, menonton televisi lebih popular dan lebih banyak menyita waktu bermainnya ketimbang kegiatan bermain lainnya.
Jika intensitas menonton televise pada anak TK terlalu tinggi, maka akan berakibat yang negative pada anak.
a. Pengaruh terhadap Perkembangan Otak
Problem yang muncul adalah berapa lama anak-anak menonton televisi dan pengaruhnya bagi anak-anak. Belum lama ini, American Academy of Pediatrics (AAP) dalam publikasi di jurnal Pediatrics membuat pernyataan yang menimbulkan pro dan kontra. Pernyataan itu antara lain: “Dua tahun pertama seorang bayi adalah masa yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak, dan dalam masa itu anak membutuhkan interaksi dengan anak atau orang lain. terlalu banyak menonton televisi akan memberikan pengaruh negatif pada perkembangan otak. Hal ini benar, terutama bagi usia yang masih awal, di mana bermain dan berbicara adalah sangat penting”.
Lebih lanjut, AAP mengeluarkan penyataan tidak merekomendasikan anak di bawah dua tahun menonton televisi. Sedangkan anak yang berusia lebih tua, AAP menyarankan batasan menonton televisi hanya 1-2 jam saja, dan yang ditonton adalah acara edukatif dan tidak menampilkan kekerasan. Hal ini jelas belum bisa dipenuhi stasiun-stasiun televisi di Indonesia, yang sangat berorientasi pada bisnis (Dudung A M, 2002:4)
b. Pengaruh terhadap Logika Anak
Televisi bisa memberi dampak yang begitu buruk pada anak. Masalah utamanya ialah ketidakmampuan anak kecil membedakan dunia yang dilihatnya di televisi dengan apa yang sebenarnya. Bagi orang dewasa tidak ada masalah, sebab orang dewasa tahu apa yang sungguh terjadi di dunia dan fiksi belaka. Ketika orang dewasa melihat film aksi atau horror, ia tahu apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin.
Orang dewasa tahu bahwa Rambo atau Frankenstein itu hanya karangan saja. Orang dewasa juga tahu, orang tidak dibunuh atau dipukul sungguh-sungguh dalam film. Sebaliknya, anak kecil kebanyakan belum mengenal dan mengetahui apa acting, efek film, tipuan kamera dan sebagainya. Bagi mereka, dunia di luar rumah adalah seperti yang tersaji di televisi, yang dilihatnya setiap hari.
Di mata anak-anak, kekerasan yang ada menjadi hal biasa, dan boleh-boleh saja dilakukan, apalagi terhadap orang yang bersalah, seperti ditunjukkan di dalam film-film. Bahkan ada stigma orang yang melakukan kekerasan terhadap “orang jahat” adalah sesuatu yang heroik.
Sebuah penelitian di AS melaporkan, karena terlalu banyak menonton televisi, anak-anak dapat beranggapan bahwa kekerasan adalah hal yang wajar, dan bagian dari hidup sehari-hari. Sebagai akibatnya, mereka menjadi lebih agresif dan memiliki kecenderungan untuk memecahkan tiap persoalan dengan jalan kekerasan terhadap orang lain (Dudung A M, 2002:4).
c. Pengaruh pada Sikap
Hurlock (1999:345) menjelaskan bahwa tokoh di televisi biasanya digambarkan dengan berbagai stereotip. Anak kemudian berpikir bahwa semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Ini mempengaruhi sikap anak terhadap mereka.
d. Efek “Kecanduan”
Efek candu yang disebabkan oleh televisi mengakibatkan anak-anak selalu ingin menonton televisi dengan frekuensi yang makin meningkat. Tidak hanya anak-anak, bahkan orang dewasa dapat kecanduan nonton film televisi, bisa melupakan segalanya. Orang dewasa yang dapat dikatakan memiliki kekuatan dan kepribadian cukup matang, sering tidak bisa menahan diri untuk tidak menonton sinetron atau telenovela.
Pada anak-anak, efek kecanduan tersebut dapat terlihat pada anak-anak yang amat kecanduan dengan film-film dan tokoh kartun seperti Pokemon, Winnie the Pooh, Doraemon, Dragon Ball, dan sebagainya. Kecanduan ini akan semakin menjadi masalah, bila anak sampai tidak mau bermain di luar, dengan lingkungan sekitarnya. Anak tidak mau bersosialisasi, dan dunianya tidak bertambah luas. Stimulasi berupa interaksi sesama anak dan orang dewasa di sekitarnya menjadi minimal, dan dapat menjadi kuper (kurang pergaulan). Waktu belajar pun akan terpotong oleh jam-jam tertentu waktu acara televisi sedang ditayangkan.
Kelanjutan dari berkurangnya waktu belajar ini akan berdampak pada prestasi di sekolah. Anak yang kurang belajar, tentu nilainya akan kurang baik dibandingkan teman-temannya yang lebih rajin (Dudung A M, 2002:4).
e. Pengaruh pada Nilai
Hurlock (1999:345) menjelaskan bahwa menu acara yang terus menerus menunjukkan adegan pembunuhan, penyiksaan, dan kekejaman pada saatnya akan menumpulkan kepekaan dan mendorong pengembangan nilai anak yang tidak sejalan dengan nilai mayoritas kelompok sosial. Apabila anak terbiasa dan tidak peka terhadap kekerasan, mereka akan menerima perilaku itu sebagai pola hidup yang normal. Milton Chen (1996:51) menjelaskan, hingga saat merampungkan kelas enam, anak Amerika rata-rata menyaksikan 100.000 tindak kekerasan yang ditayangkan di televisi, termasuk 8.000 pembunuhan.
f. Pengaruh terhadap Kreativitas Anak
Dampak lain dari terlalu banyak menonton televisi adalah anak menjadi pasif dan tidak kreatif. Anak-anak kurang beraktivitas, tetapi hanya duduk di depan televisi, dan melihat apa saja yang ada di depannya. Baik secara fisik maupun mental, anak menjadi pasif, karena memang orang yang menonton televisi tidak perlu berbuat apa-apa. Hanya duduk, mendengar dan melihat apa yang di televisi.
Kemampuan berpikir dan kreativitas anak tidak terasah, karena tidak perlu lagi membayangkan sesuatu seperti halnya ia membaca buku atau mendengar musik. Hal lain yang menyertai kepasifan ini adalah anak cenderung menjadi lebih gemuk, bahkan bisa overweight karena mereka biasanya menonton televisi sambil makan kudapan (cemilan) terus menerus tanpa terasa.
Robert Kleges, seorang peneliti pada Memphis State University menemukan bahwa anak-anak yang menonton televisi cenderung menghabiskan lebih sedikit kalori per menit – tidak hanya lebih sedikit dari mereka yang membaca atau “tidak melakukan apa-apa” – kenyataannya, sedikit kalori yang digunakan oleh anak-anak yang tidur.
Anak-anak pada waktu dulu menghabiskan waktu dengan bermain dan mencari tahu situasi di sekitar mereka. Kini, anak-anak sekarang menghabiskan waktunya dengan nonton televisi selama mungkin. Anak-anak muda yang seharusnya keluar rumah untuk mengalami memar, kotor, dan kecapekan, kini hanya menggerakkan kelopak mata mereka ketika duduk berjam-jam di depan pesawat televisi.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa televisi mempengaruhi kemampuan menyenangkan diri sendiri, dan melumpuhkan kemampuan mengemukakan pendapatnya secara logis dan sensitive. Tontonan televisi menggantikan kegiatan bermain yang aktif dengan sikap pasif (Dudung A M, 2002:4).
g. Pengaruh pada Perilaku
Karena anak suka meniru, mereka merasa bahwa apa saja yang disajikan dalam acara televisi tentunya merupakan cara yang dapat diterima baginya dalam bersikap sehari-hari. Karena para pahlawan yang patuh kepada hukum kurang menonjol ketimbang mereka yang menyimpangkan perhatian dengan kekerasan dan tatanan sosial lainnya, anak-anak cenderung memperhatikan cara yang terakhir untuk mengidentifikasikan diri dan menirunya (Hurlock, 1999:345).
Milton Chen (1996:51) memaparkan beberapa pengkajian perilaku anak-anak di berbagai wilayah sebelum dan sesudah masuknya televisi. Pada awal 1970-an, Tannis Machbeth Williams dan para periset lain dari Universitas British Columbia membandingkan tingkat agresi pada anak-anak kelas satu dan dua SD dari dua kota Kanada – yang satu mempunyai televisi, dan yang lain tidak bisa menerima televisi karena terhalang deretan pegunungan. Ketika kota pegunungan itu akhirnya bisa menerima siaran televisi, tingkat pukul-memukul, gigit-menggigit, dan dorong-mendorong pada anak-anak itu meningkat sebesar 160 persen.
h. Pengaruh Konsumerisme
Selain hal-hal yang tersebut di atas, terdapat dampak negatif lain dari televisi yaitu pengaruh dari iklan di televisi yang makin hari makin bombastis. Begitu banyak iklan yang menawarkan berbagai barang: dari mainan anak, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Iklan-iklan itu dengan memberikan janji-janji kesenangan dan kebahagiaan keluarga yang akan diperoleh bila membeli produk tersebut. Milton Chen (1996:63) menyebutkan rata-rata anak Amerika menonton 20.000 iklan per tahun. Para pemasang iklan membelanjakan sekitar $700 juta dolar per tahun untuk melontarkan iklan kepada anak-anak.
Tanpa sadar, pesan ini dapat menanamkan pada anak nilai-nilai konsumerisme dan bahwa kebahagiaan /kesuksesan sebuah keluarga diukur dari kemampuan memiliki produk yang ditawarkan (Dudung A M, 2002:4).
i. Pengaruh pada Cara Berbicara
Cara berbicara anak sangat dipengaruhi pembicaraan yang didengarnya, apa yang diucapkan orang dan bagaimana cara mengucapkannya, sehingga meningkatkan pelafalan dan tata bahasa, namun belum tentu akan memberi pola yang baik dalam pengungkapan hal-hal yang dikatakan anak (Hurlock, 1999: 345)
j. Pengaruh Positif
Meski demikian, ada juga dampak positif dari televisi. Misalnya menambah kosakata (vocabulary) terutama kata-kata yang tidak terlalu sering digunakan sehari-hari, belajar tentang berbagai hal melalui program edukasi dari siaran televisi, dan sebagainya.
Berbagai acara di televisi (selain film), misalnya musik, olahraga, kesenian, berita, dan lain-lain, juga dapat menambah wawasan dan minat. Anak menjadi mengenal berbagai aktivitas yang bisa dilakukannya. Mereka akan mengetahui perkembangan iptek, perkembangan peristiwa dunia, dan perkembangan permasalahan yang ada di luar lingkungannya. Namun persentase acara televisi yang bersifat pendidikan masih sedikit.
Dengan adanya berbagai pengaruh negatif dan positif tersebut, perlu adanya upaya orang tua dalam membimbing anak menonton televisi. Orang tua perlu melakukan beberapa seleksi ketat, mulai dari jam serta lama menonton, jenis tontonan, dan kesesuaian umur. Kalau ada waktu senggang, orang tua perlu mendampingi anak saat menonton televisi. Dengan menemani anak menonton, orang tua dapat mengajak anak membahas apa yang ada di televisi, dan membuatnya mengerti bahwa apa yang ada di televisi tidak semua sama dengan apa yang ada sebenarnya. Orang tua juga akan makin erat hubungan komunikasinya dengan anak (Dudung A M, 2002:4).

Kamis, 08 Juli 2010

MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN


A. Pengertian
Manajemen menurut Nanang Fattah (2001:1), dapat diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan organisasi dengan segala aspeknya, agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Manajemen yang baik ditandai dengan adanya efisiensi, efektifitas, pemanfaatan sumber-sumber daya yang ada, dan diarahkan pada produktifitas yang tinggi dengan kualitas yang tinggi pula, (H.A.R. Tillar, 1999:75).
Manajemen pendidikan nasional dapat diartikan sebagai suatu proses yang direkayasa untuk mencapai tujuan sistem pendidikan nasional yang efektif dan efisien dengan mengikutsertakan partisipasi seluruh masyarakat. Sistem manajemen pendidikan nasional kita masih jauh dari sempurna, bukan hanya karena didalamnya terlihat berbagai departemen tetapi juga karena manajemen pendidikan nasional kita masih terlalu sentralistik, yang mengakibatkan ruang gerak untuk inovasi sangat terbatas.
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara khusus langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan sarana pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pendidikan, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pendidikan biologi, halaman sekolah sekaligus sebagai lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan (E Mulyasa, 2002).
Ahmad Rohani (1997:2) mengemukakan beberapa pengertian tentang sarana pendidikan atau media instruksional edukatif, yang dikumpulkan dari para ahli, yaitu : (a) media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima; (b) media adalah channel (saluran) karena pada hakikatnya media telah memperluas atau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat dalam batas-batas jarak, ruang, dan waktu tertentu. Dengan bantun media, batas-batas itu hampir menjadi tidak ada; (c) media adalah medium yang digunakan untuk membawa /menyampaikan sesuatu pesan, di mana medium ini merupakan jalan atau alat dengan suatu pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan; (d) media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi, (e) media adalah segala benda yang dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrument yang digunakan untuk kegiatan tersebut, (f) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang merangsang yang sesuai untuk belajar, misalnya: media cetak, media elektronik (film, video); (g) media dalam arti sempit berwujud grafik, foto, alat mekanik dan elektronik yang digunakan untuk menangkap, memproses serta menyampaikan informasi, dalam arti luas media yaitu kegiatan yang dapat menciptakan suatu kondisi, sehingga memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baru.
Adapun sarana prasarana pendidikan adalah alat bantu mengajar (Nana Sudjana, 1991:1). Ahmad Rohani (1997:3) mengemukakan beberapa pengertian sarana prasarana pendidikan atau media instruksional edukatif sebagai berikut: (a) segala jenis sarana prasarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan instruksional, yang mencakup media grafis, media yang menggunakan alat penampil, peta, model, globe, dan sebagainya; (b) peralatan fisik untuk menyampaikan isi instruksional, termasuk buku, film, video, tape, slide, instruktor, dan perilaku nonverbal, yang mencakup perangkat lunak (software) dan/ atau perangkat keras (hardware) yang berfungsi sebagai alat belajar/ alat bantu belajar; (c) media yang digunakan dan diintegrasikan dengan tujuan dan isi instruksional yang biasanya sudah dituangkan dalam GBPP dan dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar; (d) sarana prasarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara, dengan menggunakan alat penampil dalam proses belajar mengajar untuk mempertinggi efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan instruksional, meliputi kaset, audio, slide, film-strip, OHP, film, radio, televisi, dan sebagainya .
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulan bahwa sarana pendidikan adalah sarana dan prasarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil pendidikan secara efektif dan efisien, serta tujuan pendidikan dapat dicapai dengan mudah. Dan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pendidikan

B. Lingkup Sarana dan Prasarana Pendidikan
Mayke Sugianto (1995:56) membagi jenis-jenis sarana prasarana pendidikan dalam dua kelompok besar yaitu sarana prasarana pendidikan dari lingkungan anak dan sarana prasarana pendidikan edukatif.
1. Sarana prasarana pendidikan berupa Lingkungan pendidikan
Sarana prasarana pendidikan yang berupa lingkungan pendidikan adalah prasarana pendidikan berupa fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pendidikan biologi, halaman sekolah sekaligus sebagai lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan
Sarana prasarana pendidikan berupa lingkungan pendidikan bersifat permanen dan dirancang lebih dulu dengan biaya yang sangat besar.
2. Sarana prasarana pendidikan Edukatif
Sarana prasarana pendidikan edukatif adalah sarana prasarana pendidikan yang dirancang secara khusus untuk kepentingan pembelajaran. Sarana prasarana pendidikan edukatif biasa disebut dengan alat peraga maupun media pendidikan. Beberapa contoh sarana prasarana pendidikan edukatif yaitu: alat peraga matematika, alat peraga geografi, alat peraga biologi dan fisika, peralatan bengkel kerja, dan sebagainya.
Moeslichatoen (1999:50) menyebutkan jenis-jenis sarana pendidikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut.
1. Sarana pendidikan bagi pengembangan dimensi perkembangan motorik. Peralatan ini diperlukan untuk melatih gerakan otot kasar misalnya alat peraga pendidikan olahraga.
2. Sarana pendidikan bagi pengembangan kognitif, dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan mengenal, mengingat, berpikir konvergen, memberi penilaian. Sarana pendidikan yang dibutuhkan misalnya: alat peraga biologi, kimia, dan fisika.
3. Sarana pendidikan bagi pengembangan kreativitas. Peralatan ini dibutuhkan untuk meningkatkan kelenturan, kepekaan, penggunaan daya imajinatif, kesediaan mengambil risiko dan menjadikan diri sendiri sebagai sumber dan pengalaman. Sarana pendidikan ini antara lain besi ulir, plat baja, motor, mobil, dan bahan yang dapat digerakkan di bengkel.
4. Sarana pendidikan bagi pengembangan bahasa. Peralatan ini digunakan untuk menguasai bahasa reseptif, menguasai bahasa ekspresif, berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Sarana prasarana pendidikan ini antara lain laboratorium bahasa, perpustakaan.
5. Sarana pendidikan bagi pengembangan sosial. Peralatan ini untuk membina hubungan dengan orang lain dan belajar bertingkah laku yang dapat diterima dan sesuai dengan harapan anak lain. Sarana prasarana pendidikan ini misalnya: buku cerita, buku bergambar (komik), teka-teki, telepon, dan sebagainya.
6. Sarana pendidikan bagi pengembangan emosi. Sarana prasarana pendidikan ini antara lain adalah: teater, peralatan musik, buku-buku cerita.

C. Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pedoman penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sarana prasarana pendidikan adalah pemahaman akan fungsi dan peranan sarana prasarana pendidikan maupun sumber belajar yang menunjang semua aspek kompetensi dasar peserta didik Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa setiap sarana prasarana pendidikan biasanya dapat sekaligus dimanfaatkan untuk mengembangkan beberapa aspek kompetensi dasar peserta didik Untuk masing-masing aspek kompetensi dasar terdapat standar sarana prasarana pendidikan dan daftar kegiatan yang dilaksanakan dengan meningkatkan derajat kesulitan secara bertahap.
Dalam usaha membantu pemilihan sarana pendidikan , Zulkifli (2001:43) menjelaskan tentang standar sarana pendidikan yang baik sebagai berikut.
1. Mudah Dibongkar Pasang/ mudah dirakit
Sarana prasarana pendidikan yang mudah dibongkar pasang dapat diperbaiki sendiri, dapat dipindah-pindah, dan disimpan.
2. Mengembangkan Kompetensi Dasar
Sarana prasarana pendidikan yang sifatnya mudah dibentuk dan diubah-ubah sangat sesuai untuk mengembangkan kompetensi dasar, yang memberikan kepada peserta didik kesempatan untuk mencoba dan melatih kreativitasnya.
3. Tidak Berbahaya
Para ahli telah meneliti jenis sarana prasarana pendidikan sependapat tentang sarana prasarana pendidikan yang sering mendatangkan bahaya bagi peserta didik, yaitu api las, circle, instalasi listrik arus kuat.
Dalam usaha pengadaan sarana prasarana pendidikan diutarakan kriterianya yang dikemukakan oleh Gordon dan Browne (dalam Moeslichatoen, 1999:57) yaitu: (a) fasilitas dan bahan untuk sarana prasarana pendidikan yang mengundang perhatian peserta didik yakni fasilitas dengan desain standard dan bahan-bahan yang dapat memuaskan kebutuhan, menarik minat, dan menyentuh perasaan peserta didik, (b) fasiltias dan bahan sarana prasarana pendidikan yang multiguna yang dapat memenuhi bermacam tujuan pengembangan seluruh aspek perkembangan peserta didik (c) fasiltias dan bahan yang dapat memperluas kesempatan peserta didik untuk menggunakannya dengan dengan nyaman dan bermacam cara.
Dalam memilih bahan dan peralatan sarana pendidikan, Thelma Harms (dalam Moeslichatoen, 1999:58) mengemukakan kriteria sebagai berikut, yaitu: (a) memilih bahan yang mencerminkan karakteristik tingkat kelas kelompok peserta didik (b) memilih bahan harus sesuai dengan kurikulum yang dianut, (c) memilih bahan yang mencerminkan kualitas rancangan dan keterampilan kerja, (d) memilih bahan dan peralatan yang tahan lama, (e) memilih bahan yang dapat dipergunakan secara fleksibel dan serba guna, (f) memilih bahan yang mencerminkan peningkatan budaya kelompok, (g) memilih bahan yang tidak membedakan jenis kelamin dan tidak meniru-niru.
Dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan sarana prasarana pendidikan mempertimbangkan bahan yang sesuai dengan bahan, kondisi peserta didik keperluan, dan fungsi yang diinginkan

D. Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana prasarana pendidikan dapat mempertinggi proses belajar peserta didik dalam pendidikan yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Dalam proses belajar mengajar terdapat empat komponen utama yaitu tujuan bahan, metode dan alat serta penilaian. Tabrani (1989:29) menjelaskan bahwa metode dan alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar dipilih atas dasar tujuan dan bahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sarana prasarana pendidikan sebagai alat dalam proses belajar mengajar dianggap berpengaruh terhadap hasil atau prestasi belajar peserta didik.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi dan penghapusan serta penataan.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan yang baik diharapkan menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi instruktor maupun peserta didik untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pendidikan oleh instruktor sebagai pengajar maupun peserta didik sebagai pelajar (E. Mulyasa, 2002).
Sekolah yang akan melaksanakan manajemen sarana prasarana pendidikan perlu memahami konsep dasar manajemen dan melaksankana beberapa langkah pokok dalam manajemen pendidikan.
Langkah – langkah manajemen sarana prasarana pendidikan tersebut meliputi hal – hal sebagai berikut.
1. Melakukan identifikasi kebutuhan sarana prasana pendidikan
Langkah awal yang perlu dilakukan sekolah dalam menerapkan konsep manajemen sarana prasarana pendidikan ini adalah melakukan evaluasi diri sendiri. Dengan melakukan evaluasi diri sendiri, sekolah akan melahirkan gambaran nyata kebutuhan sarana prasana pendidikan.
Pada umumnya, kebutuhan sarana prasana pendidikan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efisiensi dari sarana prasana pendidikan.
2. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sarana prasana pendidikan
Fungsi yang dimaksud misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kepeserta didikan, fungsi pengembangan iklim akademik, fungsi hubungan sekolah – masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
3. Melakukan Analisis SWOT
Analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat) dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sarana prasana pendidikan yang telah ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal.
Tingkat kesiapan harus memadai, artinya minimal memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk memnuhi kebutuhan sarana prasana pendidikan, yang dinyatakan sebagai: (1) kekuatan, bagi faktor yang tergolong internal, (2) peluang, bagi faktor yang tergolong eksternal. Sedang tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan bermakna: (1) kelemahan, bagi faktor yang tergolong internal, dan (2) ancaman, bagi faktor yang tergolong eksternal. Baik kelemahan maupun ancaman, sebagai faktor yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan.
4. Alternatif langkah pemecahan persoalan
Langkah pemecahan persoalan yaitu tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan atau ketidaksiapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Langkah pemecahan persoalan hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu /lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/ atau peluang.
5. Menyusun rencana peningkatan mutu sarana prasana pendidikan
Setelah target sarana prasana pendidikan ditetapkan, maka sekolah harus menyusun rencana peningkatan mutu sarana prasana pendidikan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Rencana ini harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang : aspek – aspek mutu sarana prasana pendidikan yang ingin dicapai, kegiatan – kegiatan yang harus ditempuh, siapa yang harus melaksanakn, kapan, dan dimana dilaksanakna, serta berapa biaya yang diperlukan untuk sarana prasana pendidikan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah dan orangtua peserta didik baik secara moral maupun fisik untuk melakankana rencana peningkatan mutu sarana prasana pendidikan tersebut.
Yang perlu diperhatikan oleh sekolah dalam menyusun rencana program ini adalah keterbukaan kepada semua pihak yang menjadi Stakeholder pendidikan, khususnya orang tua dan masyarakat ( komite sekolah) pada umumnya. Dengan cara demikian akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan sekolah dan pemerintah untuk menanggung program ini, dan berapa sisanya yang harus ditanggung oleh orang tua dan masyarakat sekitar. Dengan keterbukaan manajemen ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumber dana untuk melakspeserta didikan program ini bisa dihindari.
6. Melakspankana rencana peningkatan mutu sarana prasana pendidikan
Dalam melaksankana rencana program peningkatan mutu sarana prasana pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah, orangtua, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan target – target yang ditetapkan.
Kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program – program kegiatan yang diproyeksikan dapat membebaskan diri dari keterikatan – keterikatan birokratis yang biasanya banyak menghambat pengadaan sarana prasana pendidikan.
7. Melakukan evaluasi pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan program baik jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir tahun untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Bilamana pada satu tahun dinilai adanya faktor – faktor yang tidak mendukung, maka sekolah karus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu sarana prasana pendidikan pada tahun berikutnya. Dengan evaluasi ini akan diketahui kelebihan dan kelemahan manajemen sarana prasana pendidikan untuk diperbaiki tahun – tahun berikutnya.
Dalam melakukan evaluasi, kepala sekolah harus mengikutsertakan setiap unsur yang terlibat di dalam program peningkatan sarana prasana pendidikan, khususnya guru dan staf agar mereka dapat menjiwai setiap penilaian yang dilakukan dan memberikan alternatif pemecahan. Demikian pula, orangtua dan masyarakat sebagai pihak eksternal harus dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah dilakukan. Dengan demikian, sekolah mengetahui bagaimana sudut pandang pihak luar bila dibandingkan dengan hasil penilaian internal. Suatu hal yang bisa terjadi bahwa orangtua dan masyarakat menilai suatu program gagal atau kurang berhasil, walaupun pihak sekolah menganggapnya cukup berhasil. Yang perlu disepakati adalah indikator apa saja yang perlu diterapkan sebelum penilaian diterapkan.
8. Merumuskan target mutu sarana prasana pendidikan baru
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, hasil penelitian berguna untuk dijadikan alat untuk memperbaiki kinerja program pada saat yang akan datang. Bila dianggap berhasil, target mutu sarana prasana pendidikan dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang tersedia. Bilamana tidak, bisa saja target mutu sarana prasana pendidikan tetap seperti sediakala, namun dilakukan perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan program. Namun tidak tertutup kemungkinan, bahwa target mutu sarana prasana pendidikan diturunkan, karena dianggap terlalu berat atau tidak sepadan dengan sumber daya pendidikan (tenaga dan dana ) yang tersedia.

E. Pengelolaan Bengkel
Bahan dan peralatan bengkel dapat dipergunakan secara tidak terbatas. Suatu bahan dapat dipergunakan dalam bentuk dasarnya, tetapi juga dapat atau dipergunakan dengan berbagai cara, misalnya mesin bubut, las, dapat dipergunakan dengan suatu cara yang sederhana, tetapi juga dapat dipergunakan dengan bermacam cara yang lebih majemuk. Bila pengadaan bahan dan peralatan bengkel itu ditujukan untuk kelompok peserta didik SMK, maka penggunaannya harus diatur sedemikian rupa agar setiap peserta didik mendapat kesempatan atau giliran untuk menggunakannya secara aktif; dan bahan dan peralatan itu dapat dipergunakan sesuai dengan tujuan pengembangan seluruh aspek pengembangan keterampilan peserta didik. Beberapa masalah dalam penggunaan alat bengkel yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) apakah bahan atau peralatan yang dipergunakan tidak mengganggu kesehatan peserta didik (beracun, berdebu, kotor), (2) apakah bahan atau peralatan yang dipergunakan tidak berbahaya bagi peserta didik (benda-benda runcing, benda yang tajam, arus listrik kuat), (3) apakah bahan atau alat bengkel yang dipergunakan tidak memungkinkan peserta didik cedera (air panas, api las, mata bor), (4) apakah sebelumnya telah diajarkan kepada peserta didik tentang penggunaan bahan dan peralatan bengkel secara tepat dan benar.
Pengelolaan dan penggunaan alat bengkel tersebut meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan, rutinitas penggunaan serta evaluasi dalam pengelolaan dan penggunaan alat bengkel.
1. Perencanaan
Sebelum menentukan jenis alat bengkel yang diperlukan, perlu direncanakn dengan mempertimbangkan: (a) jumlah dan usia peserta didik, (b) system pendidikan yang berlaku, (c) keuangan, (d) persiapan ruangan bengkel.
2. Pengadaan
Selanjutnya, dalam pengadaan alat bengkel perlu memperhatikan: (a) pemahaman tentang alat-alat bengkel, (b) alat bengkel yang perlu ada di dalam ruangan, (c) alat bengkel yang ada di luar ruangan.
3. Penyimpanan dan Pemeliharaan.
Selain penyimpanan yang teratur terhadap alat bengkel, juga perlu diperhatikan kelembaban ruang udara. Untuk menyimpan alat bengkel dapat digunakan rak, lemari tertutup, dan ruangan terbuka di luar bengkel.
4. Penggunaan dan Keteraturan Penggunaan
Dua hal yang perlu diperhatikan adalah konsep keselamatan dan keteraturan kerja. Tempat peserta didik menggunakan alat bengkel sebaiknya dikondisikan sebagai tempat yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk dapat berkonsentrasi dengan baik dan menjadikan peserta didik tersebut menikmati masa diklatnya. Misalnya tempat tersebut cukup luas dan tidak terganggu dengan alat bengkel lainnya.
5. Evaluasi Penggunaan Alat Bengkel
Evaluasi penggunaan dan pengelolaan alat bengkel ini meliputi: (a) pendataan penggunaan dan (b) mendata cara mengurus alat bengkel. Dari evaluasi ini dapat diketahui kelompok alat bengkel yang masih baik, yang sudah rusak tapi masih bisa diperbaiki, yang tingkat kerusakaannya sudah tinggi, dan yang sudah waktunya untuk diganti.

MANAJEMEN UNIT PRODUKSI DI P4TK MALANG


MANAJEMEN UNIT PRODUKSI DI P4TK MALANG

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK / VEDC) Malang merupakan bagian terpadu dari sistem Pendidikan Nasional dibawah naungan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. Misi yang dikembangkan PPPPTK / VEDC Malang yaitu : menjadi pusat unggulan yang mampu sebagai pengggerak perubahan di Era Globalisasi bagi Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia dengan Standar Internasional. Dalam mempersiapkan tugas penting tersebut, staf PPPPTK / VEDC Malang telah mengikuti berbagai program pengembangan staf, di dalam maupun diluar negeri.

Sebagai konsekuensi besar dalam sumber daya manusia ini, PPPPTK / VEDC Malang telah memperolah reputasi sebagai Pusat Unggulan, dikelola secara professional dan mampu melayani kebutuhan Pemerintah, Industri dan masyarakat. PPPPTK / VEDC Malang dalam perkembangannya harus melayani stake holder dan pelanggan yang makin meluas antara lain : (1) Lembaga negara seperti : Depdiknas, Dikdasmen, Dikmenjur, Dikmenum, Lembaga, Diklat Daerah Provinsi, Kabupaten dan kota, SMK Negeri, SMU Negeri. (2) Lembaga non pemerintah : BAPEDAL, SMK Swasta, MU Swasta, Depnaker, Lemdiklat, Perguruan Tinggi. (3) Lembaga Swasta : Perusahaan Nasional, Perusahaan multi nasional,Perusahan individ, BUMN. (4) Individu : Karyawan atau karyawati, warga kota Malang dan sekitarnya, Mahasiswa, Tamatan SMK atau SMU, Guru,Kepala Sekolah, Masyarakat pecinta produk.

VEDC dibangun tahun 1984, atas bimbingan dan bantuan dana dari pemerintah Swiss melalui program Swiss Contact. Awal mulanya lembaga ini hanya memberi penataran kepada Guru-guru STM (Sekolah Teknologi Menengah, kini SMK , Sekolah Menengah Kejuruan). Pemerintah membanguan lembaga semacam ini di enam kota, selain Malang, antara lain juga Jakarta, Medan, Bandung. Namun pada perkembangannya, budget biaya pelatihan Depdiknas terus merosot, sampai akhirnya VEDC memaksa diri mengubah orientasi lembaganya menjadi lembanga pelayanan umum. Laboratorium lima bidang pelatihannya melayani umum, terutama memasok tenaga-tenaga terampil bagi industri bagi industri besar kecil, seperti Newmont, Dupont, dan Philip Morris.

P4TK / VEDC Malang sebagai Pusat Unggulan senantiasa mendekatan dengan keinginan masyakat antara lain dengan memaksimalkan produktivitas melalui produksi dan jasa atau yang dikenal dengan unit produksi. Disamping sebagai wahana meningkatkan profesionalisme dan wirausaha, bidang produksi dan jasa ini dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan. Hal ini terbukti P4TK / VEDC memiliki omzet melebihi PAD (Pendapatan Asli Daerah) Pemerintah Kabupaten Malang. Lembaga yang didirikan tahun 1984 ini, bergeser orientasinya pada tahun 1990, menjadikannya mandiri dengan omzet tahunan Rp.18 milyar, lebih dari PAD Kabupaten tahun 1999 yang Rp.12 milyar. Omzet sebesar itu hanya didukung tenaga instruktur 150 orang. Sedang pengelola PAD Kabupaten Malang mempekerjakan 23.000 karyawan. Dalam melaksanakan aktivitas, PPPPGT (VEDC) membagi kegiatannya atas 7 (tujuh) bidang garapan, antara lain : (1) manajemen dan administrasi, inovasi dan litbang, diklat dan pengembangan SMK (SEP), partnership, produksi dan jasa (PROJAS), manajemen sumbar daya manusia (MSDM), perlindungan dan pemeliharaan lingkungan organisasi dan manajemen institusi.

PPPPGT / VEDC MALANG dalam aktivitasnya melakuakan kerjasama dengan berbagai pihak, yaitu : (a) individu : Young Interpreneur / Inovator / newbi, (b) Pemerintah Daerah : Keltim, NTT, Jatim, Jakarta, Batam, (c) instansi Pemerintah : Dijen Dikdasmen dan Direktorat Dikmenjur Depdiknas, P3TKIM / BLIP Bandung, (c) instansi Swasta : Rexroth Rothmant, BDF, ICI, PT. PAL, Astra Internasional, Siemen, Jayaboard, Malitra, (d) instansi Luar Negari : Berufs akademie Stuttgart, Indonesia Germany Institute, GTZ, CPSC, STF Winthertur, MSW Winthertur, EST Tettnang, Philip Morris, Leybold, Siemens, GOTEVOT Arab Saudi, KSA Arab Saudi, DSE Jerman, CISCO Networking, (e) SMK: SMKN Binaan PPPPGt / VEDC Malang Beberapa SMK Swasta di seluruh Indonesia, JIS Malang, ICT Center, (f) Universitas : PENS – ITS Surabaya, UM Malang, UIN Malang, UI Jakarta, (g) negara lain: Philipina, Brunei, Singapura, Malaysia, Saudi Arabia, Swiss, Jerman, Perancis, Australia, (h) Yayasan Sosial : Aviesenna malang, Tumbuh Akuila Malang.

Landasan yuridis dan filosofis
Landasan Yuridis Produksi dan Jasa yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Penandatangan MoU antara Pemerintah Indonesia dan Swiss dalam Kerjasama Teknis untuk PPPGT/VEDC Malang tahun 1983, Pencanangan PROJAS untuk menyonsong pasar Mei 1992, dan Keputusan Kepala Pusat P4TK tentang Produksi dan Jasa tahun 1992.
Adapun landasan Filosofis Produksi dan Jasa: (1) Kemampuan kompetensi individu akan efektif apabila pengalaman latihan yang dilakukan akan membantuk kebiasaan bekerja dan berfikir secara teratur dan betul-betul diperlukan untuk meningkatkan prestasi kerja; (2) Program pengembangan institusi harus memahami posisinya dalam masyarakat dan situasi pasar, melatih individu untuk dapat memenuhi tuntunan pasar tenaga kerja dan dengan menciptakan kondisi kerja yang lebih baik; (3) Menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada tiap individu hanya akan terjadi apabila training yang diberikan berupa pekerjaan nyata dan bukan merupakan latihan semata; (4) Upaya untuk mengimplementasikan kompetensi dalam karya yang berorientasi ekonomi; (5) Tuntunan pasar akan profesionalitas yang semakin kuat; (6) Kegiatan yang berorientasi profit yang diselenggarakan oleh P4TK dengan mendayagunakan seluruh komponen yang ada.

Tempat Uji Kompetensi
Peran dan fungsi P4TK sebagai pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan semakin nyata dengan ditunjuknya P4TK sebagai Tempat Uji Kompetensi (TUK).
Visi P4TK adalah menjadi TUK berkualitas pada bidang kompetensi sesuai potensi lembaga sehinggga mampu memberikan sertifikat kompetensi yang diterima oleh dunia kerja baik nasional, regional maupun internasional. Adapun misi P4TK yaitu: (1) mengkaji dan mengembangkan standard pengujian secara terus menerus berdasar perkembangan IPTEK pada dunia kerja, (2) melengkapi fasilitas standard kompetensi yang dipersyaratkan, (3) memiliki assessor dan master assessor yang profesional, (4) membangun jaringan kerja dengan BNSP, LSP, Asossiasi Profesi / Industri dan Industri, (5) melaksanakan proses pengujian dengan menerapkan sistem manajemen mutu bertaraf internasional (ISO 9001 : 2000).

Tujuan P4TK Malang ialah: (1) memberikan bukti penguasaan kompetensi sesuai hasil pengujian kepada peserta / pemegang sertifikat, (2) mendukung pelaksanaan model pembelajaran berbasis kompetensi (Competency Based Training : CBT), (3) sebagai ”älat ukur” kualitas lulusan lembaga penyelenggara diklat berbasis kompetensi, (4) memasyarakatkan standar kompetensi dan sertifikasi kompetensi kepada masyarakat umum dan dunia kerja.
Adapun tugas-tugasnya meliputi : (1) melaksanakan proses sosialisasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan fungsi dan aktivitas Tempat uji Kompetensi, serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan keberadaan lembaga ini; (2) Memberikan penjelasan-penjelasan mengenai konsep, prinip, persyaratan serta proses assessment atau uji kompetensi baik kepada masyarakat maupun individu yang membutuhkan. (3) Menyelenggarakan proses assessment / uji kompetensi yang meliputi ; perencanaan, pelaksanaan, dan review penilaian. (4) Memberikan validasi terhadap hasil assessment / uji kompetensi yang dilakukan oleh penilai / assesssor atau master assessor. (5) Merekomendasikan peserta yang telah dinyatakan kompetensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi terkait untuk diterbitkan sertifikasi kompetensi. (6) Mengembangkan sistem dan instrument penilaian / uji kompetensi secara terus menerus untuk menignkatkan efisiensi dan efektifitas penilaian. (7) Mengembangkan assessor-assessor yang tergabung dalam kelembagaannya melalui pelatihan maupun bentuk pengembangan lainnya. (8) Mendokumentasikan seluruh kegiatan dan hasil assessment / uji kompetensi sesuai dengan pedoman mutu yang ada. (9) Mengembangkan kerjasama dengan Tempat Uji Kompetensi yang lain, industri, lembaga pelatihan serta lembaga-lembagalain yang relevan. (10) Membuat laporan tertulis kepada lembaga sertifikasi Profesi Pusat (yang terkait).

Berdasarkan fungsinya, P4TK Malang berfungsi sebagai Penyelenggara Assessment base Competence / Uji kompetensi di bidang profesi terkait, atau uji kompetensi bagi personil yang ingin mendapatkan pengakuan kompetensi yang telah dimiliki terhadap standarisasi kompetensi yang ditetapkan. Adapun wewenang P4TK Malang ialah menyelenggarakan Assessment based Competence / Uji Kompetensi secara independen kepada personil / individu, atau instruktur pada bidang keahlian yang memiliki kompetensi standar.

Pemerintah Indonesia telah memberikan tugas pokok kepada PPPPGT / VEDC Malang untu kmenyelenggarakan program-program pelatihan bagi tenaga kependidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Perbaikan dan Inovasi berlangsung secara berkesinambungan guna mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan perubaha-perubahan.

PPPPGT / VEDC Malang mengembangkan produk-produknya yang terdiri dari pelatihan untuk instruktur teknik dan tenaga teknisi, perancangan serta pembuatan alat bantu pengajaran, pengembangan sekolah menengah kejuruan, termasuk kegiatan produksi dan jasa. Dengan fasilitas pelatihan modern, serta dukungan peralatandan software yang mengacu pada perkembangan IPTEK, PPPPGT / VEDC siap memberikan layangan yang prima. PPPPGT / VEDC juga terdukung oleh tatanan organisasi dan sistem manajemen yang siap menghadapi persaingan global.

Jenis – jenis Pekerjaan di Unit Produksi
Jenis – jenis Pekerjaan di Unit Produksi meliputi Teknologi Infomasi, Elektro dan Elektronika, CNC (Computer Numeric Control), Ototronik, Teknik Otomotif, Multi Service Skill (MSS), Teknik Bangunan (Bulding), Pusbang P L H, Pengajaran (Edukasi). Penyelenggaraan kegiatan yang berorientasi bisnis mengedepankan semangat profesionalisme, hal ini terkait erat dengan tuntutan konsumen akan kualitas dari produk yang dihasilkan. Profesionalisme menjadi harga mati jika ingin usaha yang dilakukan dapat bertahan dan diterima masyarakat. Pengelolaan usaha dituntut mempunyai kepekaan dan sadar kualitas serta selalu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Tiap bidang usaha dituntun untuk menghasilkan sesuatu secara maksimal, efektif dan tepat sasaran, hal ini tidak terlepas dari landasan filosofi berdirinya produksi dan jasa. Semangat yang terus dipacu dan ini tercermin dengan pertumbuhan keuntungan yang positif, yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Upaya mengimplementasikan kompetensi dalam karya yang berorientasi ekonomi terlihat pada berbagai kegiatan yang dilakukan dengan low budget dengan hasil maksimal. Fenomena seperti ini sangat positif bagi iklim persaingan usaha, karena adanya kesadaran tiap individu untuk meningkatakan produktivitasnya. Peningkatan penghasilan tergantung dari kreativitas, ketekunan, dan kerja keras. Kenyataan ini sinergis dengan landasan filosofis yang menjadi landasan tumbuh dan berkembangnya produksi dan jasa.
Penyadaran akan pentingnya kompetensi dalam karya yang beorientasi ekonomi dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada seluruh tenaga pengajar dan pegawai untuk selalu meningkatkan wawasan dan kompetensi melalui seminar, workshop, training baik di dalam maupun di luar negeri.

Mekanisme Kerja Produksi dan Jasa
Mekanisme Kerja Produksi dan Jasa pertama pelanggan / pemesan, dapat lansung menyerahkan ordernya atau negosiasi pekerjaan ke kantor Projas, jika terjadi kesepakan kemudian dibuatkan Surat Bukti Pesanan. Pengurus Projas membuatkan Surat Perintah Kerja dan di serahkan ke Kepala Divisi sesuai dengan tugasnya untuk dikerjakan dibagian produksi. Selanjutnya Bagian logistik menyerahkan bahan-bahan yang akan dikerjakan sesuai dengan permintaan dari kepala divisi berdasrakan SPK. Selama proses pengerjaan order bagian Quality control selalu memantau tentang kualitaspekerjaan dan pelaksanaan dengan berkoordinasi dengan kepala divisi. Jika ada sesuatu yang dianggap perlu berkaitan dengan pekerjaan, kepala divisi dapat menanyakan langsung ke pengurus. Setelah proses pengerjaan order selesai, kepala divisi memberitahukan ke pengurus Projas agar dapat disampaikan ke pemesan untuk egera diselesaikan administrasinya dan diambil. Pemesan dapat mengambil pesanan ke kantor Projas setelah menyelesaikan administrasinya.
Adapun mekanisme kerja Bagian pengajaran / Training (Edukasi) yaitu calon peserta pelatihan dapat datang langsung ke kantor Projas utnuk mendaftar atau ke bagian Edukasi sesuai dengan kompetensi yang diinginkan. Selanjutnya Bagian Edukasi mendaftar calon peserta dengan memberikan perangkat aturan dan fasilitas yang diterima oleh peserta, estela peserta melengkapi biaya pelatihan yang dipersyaratkan. Pada akhir proses pelatihan diadakan ujian kompetensi, peserta yang lolos akan mendapatkan sertifikat, bagi peserta yang gagal akan diberi surat keterangan. Peserta yang gagal dapat mengikuti ujian ulang dengan waktu yang telah disepakati bersama tanpa dibebani biaya tambahan.

Perencanaan Pemasaran
Pemasaran Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Malang dilakukan dalam 2 (dua) cara : (1) secara on air yaitu: promosi melalui televisi nasional dan regional, radio, dan internet, (2) off Air yaitu: seminar, diskusi, pelatihan gratis, kegiatan kemasyarakatan, dan sebagainya., pembuatan brosur (selebaran, leaflet, poster, dan sebagainya), melakukan kegiatan bersama dengan institusi lain.
Kegiatan pemasaran dilakukan secara periodik disesuaikan dengan dana operasional yang tersedia. Dana promosi sebesar 5 – 10 % dari pemasukan bersih tiap tahunnya. Dalam pelaksanaan kegiatan promosi, meliputi analisis pasar dan evaluasi hasil promosi dilihat dari animo masyarakat terhadap produk yang ditawarkan dan omset.

Perencanaan Rekrutmen Tenaga Kerja
Jenjang manajemen dan perekrutan tenaga kerja pada PPPGT/VEDC Malang terdiri atas struktural dan fungsional dengan jenjang golongan sesuai dengan aturan Pegawai Negeri. Khusus untuk tenaga-tenaga teknis di msing-masing bidang di Projas dapat melakukan seleksi karyawan secara intern unuk mempercepat akselerasi usaha. Penerimaan tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.

Pelaksanaan Kepelatihan petugas Produksi dan Jasa
Program kepelatihan, antara lain : mengirimkan petugas untk mengikati pelatihan di dalam maupun luar negeri, mendatangkan instruktur yang kompetensi untuk melatih petugas Projas dari dalam mapun luar negeri, melaksanakan kepelatihan secara intern dalam rangka meningkatkan produktivitas, dan melakukan studi banding baik didalam maupun luar negeri.

Strategi Meningkatkan Omset Produksi dan Jasa
Strategi Meningkatkan Omset Produksi dan Jasa PPPGT/VEDC Malang yaitu dengan menjalin kerjasama yang erat, antara lain dengan : teman sejawat, pelanggan / pemberi order, lingkungan, karyawan Projas. Selain itu perlu ditanamkan kepada para instruktur dan tenaga kerja akan sadar kualitas/ mutu. Ditekankan pula dalam strategi ini bahwa pemimpin yang sebenarnya adalah customer (pelanggan). Untuk itu, terhadap para pelanggan perlu menjalankan Konsep Melayani, yakni selalu berorientasi pada tujuan organisasi, mengembangkan pendekatan rendah hati dan profesional pada setiap customer, tidak menggunakan jabatan untuk mengambil keuntungan sendiri, peduli terhadap kemajuan organisasi secra menyeluruh, dan berusaha menjalankan pekerjaan dengan tulus dan konsisten. Sebagai strategi merebut pangsa pasar, maka perlu kebijakan yang beorientasi pada pasar

Pengelolaan Administrasi dan Keuangan Unit Produksi
Pengelolaan administrasi secara keseluruhan dikendalikan oleh kepala Projas dibantu dengan sekretaris dan bendahara. Pedoman pembagian keunungan dibuat dalam rapat pleno yang ditandatangani oleh kepala pusat. Sebelum dilakuakan prosentase pembagian keuntuangan, laba bersih dipotong 10 % untuk biaya promosi. Distribusi keuntungan, yaitu : bantuna untuk bahahn praktik penyelenggaraan kegiatan semua divisi 10 %, perawtan dan perbaikanmesin 20 %, kesejahteraan karyawan 30 %, dan tambahan modal 40%.

Pelanggan
Pelanggan Produksi dan Jasa PPPGT/VEDC Malang meliputi berbagai lembaga pemerintah maupun non pemerintah, serta individu. Lembaga negara seperti : Depdiknas, Dikdasmen, Dikmenjur, Dikmenum, Lembaga, Diklat Daerah Provinsi, Kabupaten dan kota, SMK Negeri, SMU Negeri. Lembaga non pemerintah misalnya BAPEDAL, SMK Swasta, MU Swasta, Depnaker, Lemdiklat, Perguruan Tinggi. Lembaga Swasta antara lain: Perusahaan Nasional, Perusahaan multi nasional,Perusahan individ, BUMN. Pelanggan individu meliputi karyawan atau karyawati, warga kota Malang dan sekitarnya, mahasiswa, tamatan SMK atau SMA, Guru, Kepala Sekolah, Masyarakat pecinta produk.

Strategi Peningkatan Mutu Pelayanan
Strategi peningkatan mutu pelayanan meliputi: (1) menjaga kualitas produk atau jasa yang dihasilkan, (2) mejaga kualitas pelayanan before and after, (3) melakukan survai ke konsumen tentang kepuasan kualitas pelayanan Projas dengan memberikan beberpaa pertanyaan dalam angket kepuasan konsumen, (4) mengirimkan karyawan atau mendatangkan praktisi secara periodik untuk memberikan pemahaman yang komperhensif tentang arti pentingnya pelayanan, (5) memberikan konstribusi yang memadai bagi seluruh karyawan Projas, (6) melaksanakan reward dan punishment secara konsisten.

Strategi Peningkatan Kualitas Produk
Strategi peningkatan kualitas produk antara lain: (1) mengirimkan karyawan atau mendatangkan praktisi secara periodik untk memberikan pelatihan adalam rangka peningkatan kompetensi, (2) peka terhaddap perkembangan teknologi, (3) pemilihan bahan baku produk yang berkualitas, dan (4) melakukan pengujian secara periodik terhadap alat atau mesin yang digunakan.
Mekanisme Kontrol dan Evaluasi
Mekanisme kontrol dan evaluasi dengan mngacu pada standar ISO 9001 versi 2000, yang tiap bagian terdapat prosedur baku yang barus dilakukan. Dalam implementasinya dalam menjalankan mekanisme kontrol atau penjaminan terhadap mmutu dari semua kegiatan menggunakan pendekatan TQM (Total Quality Management) yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, respek terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakt, dan perbaikan berkesinambungan. Lebih lanjut dapat diuraikan, pelaksanaan penjaminan mutu memperhatikan : (1) Fokus pada pelanggan, (2) Obsesi terhadapa kualitas, (3) Pendekatan Ilmiah, (4) Komitmen jangka panjang, (5) Kerjasama tim (team work), (6) Perbaikan sistem secara berkesinambungan, (7) Pendidikan dan pelatihan, (8) Kebebasan yang terkendali
Pelaporan
Bendahara membuat pertanggungjawaban keuangan dengan melaporkan kondisi tiap bulan, 3 bulan, dan tahunan kepada kepala Proja dengan memberikan tembusan kepada kepala bidang.